KURIKULUM
Al Itqan Islamic Boarding School
Al Qur’an adalah firman Allah Rabbul Alamin, merupakan “asdaqol hadits” atau sebaik-baik perkataan yang mengandung banyak sekali faedah dan manfaat apabila mengendap dan melekat dalam memori seorang penuntut ilmu, karena keberadaanya di otak akan mewarnai dan menyeleksi apapun yang akan bersanding dengannya dari ilmu-ilmu yang dipelajari si empunya.
Al Qur’an diturunkan dengan tujuan utamanya sebagai pedoman hidup manusia. Ia ibarat peta petunjuk di tengah belantara hidup yang penuh dengan aral melintang dan jalan-jalan menyesatkan. Ia ibarat lentera ditengah gelap gulitanya malam. Ia ibarat pemandu jalan di tengah luasnya gurun yang terhampar. Ia ibarat penolong disaat musafir putus harapan karena tersesat jalan.
Maka ketika seorang penuntut ilmu telah menghafal qur’an maka mudah-mudahan itu adalah pertanda baik bahwa ia telah menemukan peta, lentera, pemandu jalan dan penolong dalam mengarungi samudera ilmu yang maha luas. Ia tidak perlu khawatir dan cemas akan sesat dalam menjelajah dunia yang penuh dengan tipu daya.
Diantara fakta sejarah dari para salaf shalih yang terkuak adalah bahwa kunci utama keberhasilan dan kesuksesan mereka yang tidak didapati pada umat lainnya adalah mereka menjadikan al-Qur’an sebagai pelajaran utama dan pertama yang harus dipelajari, dikuasai bahkan dihafal.
Para Salafus Shalih dari kalangan Sahabat, Tabi’in, dan orang-orang yang datang setelah mereka, tidak mempelajari pelajaran lain sebelum al-Qur’an. Mereka tidak menyukai jika ada seorang penuntut ilmu mempelajari ilmu lainnya seperti hadits, fiqih dan lainnya kecuali setelah menghafal al-Qur’an. Urutan dan tahapan semacam inilah yang terus menjadi pegangan dalam pendidikan mereka selama berabad-abad lamanya yang telah terbukti kehandalannya dalam mencetak para ulama.
Al – Itqan Islamic boarding School di dirikan dengan harapan dapat menjadi salah satu lembaga pendidikan berbasis pendidikan pesantren yang mengambil inspirasi dari kisah keberhasilan itu. Menghafal Al Qur’an 30 juz adalah program unggulan karena diatas itulah semua ilmu syar’I bertumpu.
Intensitas mereka berinteraksi dengan AL Qur’an adalah rutinitas yang nyaris tidak putus sejak mereka menjadi santri. Pagi dan petang adalah wirid yang selalu mewarnai hari-hari mereka.
Ma’had Al-Itqan berupaya -dengan izin Allah tentunya- menjadi fasilitator munculnya para da’i yang hafal al qur’an, mempunyai kafa’ah dalam ilmu syar’i & mempunyai kecakapan dalam berbahasa arab serta memiliki semangat yang tinggi dalam berdakwah.
Ilmu ibarat sebuah pohon yang memiliki akar, batang pokok, cabang-cabang, ranting-ranting dan dedaunan. Akar pohon pun beragam bentuk dan jenisnya, ada yang kuat menghujam kedalam ke tanah, namun ada pula yang tidak kuat menghujam. Umumnya akar yang menghujam ke dasar tanah dan mencengkeram kuat karena ia harus menopang batang pohon yang besar dan menjulang ke langit. Dan sebaliknya akar yang dangkal, biasanya karena bebannya tidak begitu besar atau karena batang yang ditopangnya kecil dan tidak menjulang tetapi menjalar dan berebah di atas tanah.
Dalam kaitannya dengan ilmu; manusia juga beragam dalam hal ini. Sebagian ada yang memiliki ilmu yang kokoh seperti pohon yang berakar kuat dan berdahan pokok menjulang. Ada juga yang memiliki ilmu yang tinggi namun dasarnya lemah sebagaimana pohon yang menjulang namun akarnya dangkal. Jika ia diterpa angin syubhat atau badai keraguan maka tercabutlah pohon dari akarnya. Atau ada juga yang ibarat pohon menjalar dengan akar yang seadanya.
Menghafal matan adalah mekanisme mengumpulkan ilmu di kepala manusia sehingga ia mampu menghadirkan ilmunya kapanpun dengan mudah. Matan yang dihafal menjaga pemiliknya agar tidak melupakan pokok pokok ilmu. Matan adalah pembeda antara penuntut ilmu yang sibuk dengan cabang ilmu tanpa dasar dengan yang memulai ilmu dari dasar ilmu.
Matan adalah cara terbaik meringkas waktu dalam belajar ilmu. Para ulama islam yang jenius telah mewariskan matan-matan ilmu kepada kita, memberikan persembahan intisari dan ringkasan ilmu yang kita butuhkan bagi usia kita yang terbatas.
Santri ma’had Al-Itqon wajib untuk membekali diri mereka dengan matan-matan ilmiyah sebagai pokok-pokok ilmu yang harus mereka hafalkan selama menjadi santri. Dengan bekal itulah -atas izin Allah- mereka akan dimudahkan untuk mematangkan ilmu-ilmu mereka dengan lebih kuat lagi di jenjang berikutnya. Ibarat membuat masakan ; bahan-bahan dasar telah mereka kumpulkan, hanya tinggal mengasah skill memasak kemudian mulai memasak hingga bahan-bahan itu tidak lagi hanya sebagai bahan mentah namun telah berubah menjadi hidangan yang lezat.
Sesuatu yang pahit dirasa -apabila itu kebaikan- pastilah akhirnya adalah sesuatu yang manis. Pahit dan manis adalah pilihan, namun mendahulukan yang pahit sebelum yang manis adalah sebuah kecerdasan.
Bila kita menelaah sejarah sistem pendidikan klasik yang telah terbukti melahirkan ulama-ulama besar, ternyata tradisi menghafal adalah kurikulum dasar yang terus dilestarikan untuk menjaga orisinalitas ilmu dan pokok-pokoknya.
Dimulai dari menghafal sumber ilmu paling berkah, yaitu Al Qur’an kemudian Hadits Nabi Shallalahu alaihi wa sallam, kemudian dilanjutkan dengan menghafal pokok-pokok ilmu dalam ragam cabang ilmu. Pokok-pokok ilmu inilah yang kita kenal dengan matan ilmu.